Perbedaan IDAK dan IPAK Berikut Syarat dan Prosedur Pengurusannya
Dalam dunia usaha alat kesehatan (alkes), dua istilah izin sering muncul: IDAK (Izin Distribusi Alat Kesehatan) dan IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan). Meski sekilas terdengar mirip, keduanya memiliki fungsi, regulasi, dan prosedur pengurusan yang berbeda.
Bagi pelaku usaha yang ingin terjun ke bisnis distribusi maupun penyaluran alat kesehatan, memahami perbedaan IDAK dan IPAK sangat penting agar tidak salah langkah. Artikel ini akan mengulas perbedaan mendasar, syarat, serta prosedur pengurusannya.
1. Apa Itu IDAK dan IPAK?
a. IDAK (Izin Distribusi Alat Kesehatan)
IDAK adalah izin yang diberikan kepada produsen atau importir alat kesehatan untuk mendistribusikan produk mereka di Indonesia. Dengan IDAK, perusahaan dapat menyalurkan produk secara langsung kepada fasilitas kesehatan, distributor, atau pihak lain yang berizin.
b. IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan)
IPAK adalah izin yang diberikan kepada perusahaan distributor/penyalur untuk menyalurkan alat kesehatan dari produsen atau importir ke berbagai fasilitas kesehatan. Perusahaan dengan IPAK tidak memproduksi sendiri, tetapi berperan sebagai penghubung antara produsen dan pengguna.
2. Perbedaan Utama IDAK dan IPAK
Aspek | IDAK (Izin Distribusi Alkes) | IPAK (Izin Penyalur Alkes) |
---|---|---|
Subjek | Produsen atau importir | Distributor atau penyalur |
Fungsi | Distribusi produk yang diproduksi/dimiliki | Menyalurkan produk dari produsen atau importir |
Cakupan | Nasional, bisa menjual langsung ke pengguna fasilitas kesehatan | Nasional, tapi hanya sebagai penyalur resmi |
Dokumen Penting | Sertifikat produksi atau importasi | Surat perjanjian distribusi dengan produsen/importir |
Kewajiban | Memastikan mutu produk hingga ke tangan distributor/penyalur | Memastikan distribusi sesuai standar dan laporan stok |
3. Dasar Hukum IDAK dan IPAK
Beberapa regulasi yang mengatur IDAK dan IPAK antara lain:
-
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
-
UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
-
PP No. 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
-
Permenkes No. 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Sektor Kesehatan.
-
Keputusan Menteri Kesehatan terbaru terkait perizinan alkes.
Dengan regulasi ini, IDAK dan IPAK kini wajib diurus melalui sistem OSS-RBA (Online Single Submission – Risk Based Approach).
4. Syarat Mengurus IDAK
Untuk mendapatkan IDAK, pelaku usaha harus menyiapkan:
-
Akta pendirian perusahaan (PT).
-
NPWP badan usaha.
-
Nomor Induk Berusaha (NIB).
-
Surat izin importasi (untuk importir).
-
Sertifikat standar produksi (untuk produsen).
-
Dokumen fasilitas produksi atau gudang sesuai standar Kemenkes.
-
Tenaga penanggung jawab teknis minimal lulusan farmasi/biomedis.
5. Syarat Mengurus IPAK
Syarat utama mengurus IPAK meliputi:
-
Akta pendirian perusahaan (PT/CV).
-
NPWP badan usaha.
-
NIB dari OSS.
-
Surat perjanjian distribusi dengan produsen atau importir.
-
Gudang penyimpanan sesuai standar Kemenkes.
-
Penanggung jawab teknis dengan STR aktif.
-
Sistem pencatatan distribusi barang.
6. Prosedur Mengurus IDAK dan IPAK
a. Prosedur IDAK
-
Registrasi di OSS untuk mendapatkan NIB.
-
Ajukan izin IDAK dengan melampirkan dokumen perusahaan dan fasilitas produksi.
-
Verifikasi dokumen oleh Dinas Kesehatan/Kemenkes.
-
Inspeksi lapangan (jika diperlukan).
-
Izin IDAK diterbitkan secara digital melalui OSS.
b. Prosedur IPAK
-
Registrasi di OSS untuk mendapatkan NIB.
-
Ajukan izin IPAK dengan melampirkan perjanjian distribusi dengan produsen/importir.
-
Upload dokumen fasilitas gudang dan tenaga teknis.
-
Verifikasi dokumen dan inspeksi lapangan.
-
Izin IPAK diterbitkan dalam bentuk digital.
7. Estimasi Biaya Pengurusan
Resmi, izin IDAK dan IPAK tidak dipungut biaya. Namun, terdapat biaya lain yang harus dipersiapkan, seperti:
-
Notaris akta perusahaan: Rp 5 – 10 juta.
-
Legalisasi dokumen: Rp 500 ribu – Rp 2 juta.
-
Biaya konsultan (opsional): Rp 5 – 15 juta.
-
Biaya gudang/fasilitas standar: variatif.
8. Kesalahan yang Sering Terjadi
-
Salah mengajukan izin (misalnya distributor mengajukan IDAK).
-
Dokumen tidak lengkap atau tidak sinkron.
-
Tidak menyiapkan tenaga penanggung jawab teknis.
-
Mengabaikan update regulasi terbaru dari Kemenkes.